Curahan Hati Semua Cara

NOVEL PERSAHABATAN YANG KARIB

Pada suatu hari, ketika Rasmani pergi ke sekolah diantarkan ibunya, bertemu mereka dengan seorang anak laki-laki yang berumur kira-kira empat belas tahun. Anak itu si Masrul, anak seorang kaum yang jauh dari ibu Rasmani. Ibu Rasmani menegur anak itu dengan manis, dan sapa itu dibalas oleh Masrul dengan hormatnya. Ketika itu hujan lebat. Rasmani dan ibunya bertudung daun pisang, sedang Masrul memegang sebuah payung. Ketika Masrul melihat baju Rasmani yang telah basah, berkatalah ia, “Etek, biarlah Rasmani berjalan dengan saya, buangkanlah daun pisangmu!”
     “Baik benar, Masrul, etek akan pergi ke sawah, hari telah tinggi. Rasmani, pergilah berjalan kakakmu itu!”
     Rasmani memandang kepada Masrul dengan kemalu-maluan. Rupanya ia belum kenal kepada Masrul. Pikiran anak itu dapat diterka oleh ibu Rasmani. Sebab itu ia berkata, “Jangan segan lagi, Masrul kaum kamu juga, ia anak Datuk Marajo, mamakmu. Datuk Marajo bersaudaras sebapak dengan ibu; bukankah engkau kenal kepadanya?”
     Rasmani tak berkata sepatah jua, ia membuangkan tudungnya ke tepi jalan dan berjalan dekat Masrul. Ibu rasmani kembali pulang sesudah memandang sejurus lamanya kepada kedua anak itu.
     Di tengah jalan Rasmani diam saja, sebentar-sebentar menjauh ia sedikit, karena takut pakaian Masrul akan basah oleh air bajunya.Masrul memayungi anak perempuan itu dengan hati-hati. Amat iba hatinya melihat anak itu basah kuyup dan menggigil kedinginan. Acap kali benar ia melihat Rasmani berbasah-basah seperti itu tiba di sekolah.
     Ketika mereka telah sampai di pekarangn sekolah, berkatalah Masrul, “Rasmani, baik engkau pagi datang kesekolah, supaya sama kita berjalan. Anak yang sebesar ini masih juga diantarkan orang tuanya. Anak-anak yang duduk dikelas satu pun tak ada yang diantarkan lagi. Tak ibakah engkau kepada ayah dan ibumu, berganti-ganti saja mereka menghantarkan engkau, padahal ia harus pula dengan segera pergi ke sawah?”
     Mendengar perkataan Masrul itu Rasmani berdiam diri saja, tak pernah terpikir olehnya yang seperti itu. Pada pikirannya hal itu sesuatu yang biasa saja, apalagi karena ia sendiri tak pernah minta diantarkan. Sekarang ada saja orang yang menyesalinya. Tak ibakah engkau kepada orang tuamu? Meskipun ia sekecil itu sudah terasa olehnya, bahasa sesalan itu tak pada tempatnya, sebab itu ia tak tak menjawab sepatah juapun
     Karena Rasmani berdiam diri saja, bertanyalah Masrul, “Tak maukah engkau, Rasmani?”
     “Tak mau mengapa, Bang?”
     “Bersama berjalan dengan saya, saya nantikan engkau tiap pagi. Tapi engkau harus pagi berangkat dari rumah.”
     “Mau, tapi Abang diam jauh pula dari rumah kami.”
     “Sampai ke rumah saya boleh etek atau mamak mengantarkan kamu; itu tak berapa jauh, kalau hari baik berjalanlah sendiri; maukah engkau?”
     “Mau Bang.”
     Mulai dari hari itu kelihatanlah tiap-tiap pagi dan tiap-tiap pukul satu kedua anak itu beriring akan pergi atau pulang dari sekolah. Kadang-kadang  mereka berjalan bersama-sama dengan kawan-kawannya yang lain, kadang-kadang mereka berdua saja.
     Kalau hari hujan tdaklah Masrul menantikan Rasmani, melainkan pergi kerumahnya akan menjemput dia. Demikian juga pulang dari sekolah diantarkannya sampai di rumah.
     Masrul dengan hati-hati benar menjaga Rasmani. Biarlah ia kena hujan asal Rasmani terlindung. Di tengah jalan, kalau mereka bertemu dengan kuda atau kerbau lepas, yang acap kali kejadian, dipegangnya tangan Rasmani erat-erat dan dibawanya lari atau menghindar.
     Makin lama makin kariblah persahabatan merekaitu. Masrul merasa canggung kalau tak bersama dengan Rasmani, demikian pula kebalikannya. Ada-ada saja dibuat Masrul akan membesarkan hati Rasmani.  Uang yang didapatnaya dari orang tuanya untuk membeli makanan tak pernah dihabiskannya seorang diri. Buah-buahan yang diperolehnya tetap diasingkannya untuk Rasmani. Selalu dijaganya supaya Rasmanai mempunyai tangkai pena, anak batu tulis, potlot, kalam dan lain-lain keperluan sekolah.
     Ditangkapnya burung dan dibuatkannya sangkarnya sekali untuk permainan Rasmani.
     Ibu-Bapak Rasmani sangat memuji kelakuan Masrul itu.
     Sejak mereka itu bersahabat, Rasmani tak pendiam benar lagi. Ia telah berani berjalan sendiri dikampung. Pergaulannya dengan anak laki-laki bebas, karena sekalian sahabat Masrul menjadi sahabatnay. Meskipun ibu-bapak Rasmani orang kampung benar, tetapi mereka merasa tak pada tempatnya anak perempuan yang baru berumur 8, 9, 10 tahun telah merasa malu kepada anak laki-laki kawan-kawannya itu. Sebab itu, dengan tulus ikhlas dibiarkan mereka Rasmani bersahabat dengan Masrul.
     Karena Masrul ditakuti oleh kawan-kawannya, sebab kuatnya dan diseganisebab pandaina di sekolah, serta dimulai karena budinya yang baik, tak adalah mereka yang berani mengganggu serta menertawakan dia tentang persahabatannya itu.
     Orang tua Masrul dan orang yang lain sekampung itu tak merasa keburukannya.
     Pada perasaan Masrul, kalu ia ada beradik perempuan, taklah akan lebih sayangnya kepada adiknya itu dari kepada Rasmani.
     Pada perasaan Masrul, kalu isa ada beradik perempuan, segan ia meminta sesuatu keperluannya kepada Masrul. Kalau ia kena ganggu oleh kawan-kawannya, kepada Masrullah diadukannya halnya.

1 komentar:

  1. Salam persahabatan ya Gan...saling sapa n dtunggu kunjungan balik Agan...di http://www.ajangbola.com/ (tempatnya Berita sepakbola Terbaru dan Prediksi Skor Pertandingan)

    ReplyDelete

Warning
Dilarang menggunakan kata sara